Berbicara masalah pendidikan, ia tidak pernah lekang oleh waktu.
tidak terbatas dan terus berkembang. Selama tetap ada usaha untuk meraihnya.
Hidup adalah pendidikan, dan pendidikan adalah hidup (life is education, and education
is life). Maksudnya bahwa pendidikan adalah segala pengalaman hidup
(belajar) dalam berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan
berpengaruh positif bagi pertumbuhan atau perkembangan individu. Sedangkan,
pendidikan dalam prakteknya identik dengan persekolahan (schooling), yaitu pengajaran
formal di bawah kondisi-kondisi yang terkontrol. Pendidikan identik dengan
belajar. Belajar itu dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja hakikatnya
tidak keliru. Namun, ternyata dalam pandangan masyarakat pada umumnya
pendidikan itu adalah yang berhubungan dengan dunia formal dalam sekolah dan
perguruan tinggi. Perbincangan ini terasa sempit jika hanya berbicara masalah
pendidikan formal.
Padahal
pondasinya ada dalam keluarga. Pendidikan keluarga akan ditemukan sebuah
karakter yang sangat kuat pada diri seorang anak. Pendidikan dalam keluarga
dapat memberikan pengaruh besar kepada karakter seorang anak. Sebab itu kunci utama
untuk menjadikan manusia tidak manja dan hidup energik terletak dalam pendidikan
keluarga. Kalau kita membaca pernyataan berbagai pemimpin besar dunia, maka
banyak di antara mereka memberikan nilai penting kepada pendidikan dalam
keluarga. Antara lain Bung Karno selalu mengagumkan pengaruh seorang Ibu. Juga
Ki Hadjar Dewantara mengemukakan pentingnya pendidikan dalam keluarga. Karena
dalam karakter yang ditimbuhkan adalah faktor yang amat penting dalam
kepribadian orang. Karena akan banyak mempengaruhi prestasi dalam berbagai
bidang seperti memimpin masyarakat. Ilmu pengetahuan dan kemampun teknik adalah
penting bagi pencapaian keberhasilan, tetapi tidak akan mencapai hasil maksimal
kalau tidak disertai sebuah karakter.
Keluarga
mempunyai peranan penting dalam pendidikan, karena keluarga merupakan tempat
pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota
keluarganya dan itu merupakan masa yang amat penting dan paling kritis dalam
pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupannya (usia
pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan
sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau mudah berubah sesudahnya.
Syaikh
Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orangtua dalam
pendidikan mengatakan; Ketahuilah, bahwa anak kecil merupakan amanat bagi
kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih
dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condong kepada
apa aja yang disodorkan kepadanya. Kualitas SDM yang akan
terbentuk dari seorang anak didik, sangat tergantung seberapa besar pendidikan
orang tua ketika di rumah. Apabila dalam keluarganya, keluarga memberikan
pendidikan yang baik, maka hal tersebut akan terbawa ke dalam kepribadian anak
tersebut sampai ke sekolah maupun dalam masyarakat. Sehingga peran keluarga
sangat vital dalam membentuk generasi yang berkualitas. Komponen sekolah maupun
institusi yang ada hanya sebagai penguat dalam mengarahkan pendidikan yang
lebih struktural. Namun hal ini rasanya telah dilupakan banyak oleh kita.
Mamik Lalu Azhar, Sang Perintis
Pendidikan Tinggi NTB. Nama dan gelar ini akrab terdengar di telinga para
mahasiswa terutama mahasiswa Universitas Mataram, seharusnya. Karena beliau
adalah penggagas perguruan tinggi terus dengan panjang dan jalannya tidak
mulus. Tidak lama
setelah lima tahun perguruan tinggi tersebut berdiri, 1967, Mamik diangkat
sebagai kepala Badan Pemerintah Harian bidang Kesra. Meski disibukkan dengan
urusan pemerintahan namun Mamik tetap tidak lupa mengurus perguruan tinggi
miliknya. Ia pun bertandang ke beberapa perguruan tinggi lain seperti UGM, UI
dan Universitas Padjajaran untuk menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi
yang dirintisnya tersebut. Hingga akhirnya perguruan tinggi miliknya makin
bertambah besar dan berkembang dan statusnya pun berubah menjadi Perguruan
Tinggi Negeri, Universitas Mataram (Unram). Selain Unram, empat perguruan
tinggi lain yang dibangun oleh Mamik adalah Ikip Mataram, Universitas 45,
Universitas NTB dan Stikes Yarsi Mataram.
Usaha dan kegigihan yang telah ditanamkan ini mari sama-sama
kita tingkatkan. Yang sudah ada ini sampai saat ini senatiasa terus dipertahankan
kualitasnya. Usaha tersebut tidak pernah mati, baik dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Apakah
usaha ini gagal atau orang-orang yang diperjuangkan tidak mengindahkan usaha
tersebut? Hal ini terlalu kabur dan saling menyalahkan satu sama lain, yang
pada intinya tidak lepas dari sistem yang diterpakan pada kita saat ini yang
tidak membangkitkan kobaran semangat pada diri setiap pelakunya. Mari kita
sama-sama lihat fakta remaja sekarang dan lihat di lingkungan kita
masing-masing bagaimana kondisi remajanya, apakah baik-baik saja atau
sebaliknya? Tentu pembaca yang lebih memahami itu semua.
Rasanya harapan
ini berujung pada kondisi yang membuat miris hati. Berbagai tindakan remaja
yang menyimpang telah melampaui batas dan sudah menjurus pada tindakan
kejahatan atau kriminalitas. Maraknya tawuran yang banyak menimbulkna banyak
korban, maraknya pornografi dan pornoaksi, merebaknya seks bebas, pelacuran di
bawah umur dan aborsi sebagai dampak ikutannya serta kasus narkoba yang
meningkat pesat dikalangan remaja. Inikah wajah para generasi pemegang tongkat
estafet perubahan? Jika kita perhatikan kondisi remaja saat ini tidak lepas
dari pengaruh pendidikan baik pendidikan formal, informal, dan non formal yang
bisa membentuk mereka menjadi problem
solver dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya. Ibaratnya sebuah bangunan
yang tanpa dasar yang kuat akan mudah runtuh begitu pula hanya dalam membangun output pendidikan yang berkualaitas.
Kondisi ini
merupakan buah yang harus dipetik dari sistem pendidikan di negeri ini. Sistem
pendidikan sekuler kapitalis telah mengabaikan aspek keperibadian dan karakter
siswa. Sekolah sebagai institusi pendidikan alih-alih mencetak remaja yang
berkualitas yang memiliki keperibadian yang kuat, namun justru menhasilkan
remaja yang menciptakan banyak masalah. Kondisi ini dapat tergambar dari kasus
dari laporan kecurangan UN 2012 yang diterma oelh posko pengaduan UN. Dari
1.500 laporan, 775 merupakan laporan kebocoran ataupun kecurangan saat ujian.
Siswa yang sadar bahwa mencotek merupakan pelanggaran dan mendapat sanksi tegas
dari Tuhanya maka sikapnya tetap tidak bisa digoyahkan, tidak takut maslah
nilai di dunia yang diharpakan adalah ridha Allah. Sangat jarang kita temukan
keperibadian seperti ini, kabanyakan dari kita mengentengkan masalah ini,
padahal ini sangat menyakitkan tubuh negeri ini, apalagi di NTB yang di
dalamnya Gubernur yang paham pendidikan sudah menyandang stempel da’i di pundaknya.
Nama yang akan sangat hina jika tidak segera dituntaskan.
Faktor lain juga
penyebab rendahnya mutu pendidikan Indonesia terutama NTB adalah kapitalisasi
pendidikan. Bahkan ada selogan yang mengatakan “Orang Miskin dilarang Sekolah”.
Selogan ini tidaklah main-main. Meskipun sudah diterapkan wajib belajar 9
tahun, ternyata masih banyak masyarakat yang mengabaikannya. Pikirnya,
ujung-ujugnya sekolah hanya untuk mencari selembar Ijazah yang tujuannya untuk
kemudahan mencari pekerjaan. Hanya sampai SMP apa jadinya? Jika ingin menjadi
yang terpandang di mata dunia pendidikan maka harus sampai sarjana minimal.
Sama saja, tetap mencekik rakyat yang tidak mampu, beasiswa yang
digelontorkanpun tidak bisa disamaratakan, dipilih sesuai kualitas kemampuan,
dan itu pun benar-benar terbatas. Masih
menuai maslah baru. Teringat pidato Ustadz Budi Azhari, Lc. “Kita harus
keluar dari zaman ini”. Maksudnya bukan kita tidak melihat zaman ini, akan
tetapi hari ini kita dipimpin oleh generasi yang tidak baik. Dengan melihat
masa lalu islam dan meihat yang ke depan, hari ini biarkan menjadi sesuatu yang
kita alami dan menjadi PR besar kita semua.
Sangat riskan memang berbicara mengenai pendidikan terlalu banyak orang
yang kita katakana berpendidikan menyalahgunakan peran pendidikan yang
sebenarnya. Dunia pendidikan dijadikan ajang bisnis.
Selama ini
keresahan-keresahan masalah di dunia pendidikan muaranya langsung ke Dinas
Pendidikan sebagai solusinya, padahal permasalahan pendidikan adalah masalah
umat atau masalah semua komponen masyarakat, bukan hanya masalah guru atau
dosen.
Penulis memang masih begitu awam
tentang kondisi pendidikan kita khususnya yang ada di NTB, karena itulah
penulis hanya mencoba mengungkap pendapat penulis secara kulit luarnya saja.
Selebihnya penulis serahkab kepada pembaca. sedikit gambaran penyelesaian yang
mungkin bisa diusahakan:
1. Hilangkan sistem kapitalisasi
pendidikan dan kapitalisasi di bidang lainnya. Karena kemunculan beragam
masalah di dunia pendidikan pada khususnya adalah penerapan system kapitalisme
yang segala sesutaunya diukur dari kapital.
2. Pemerintah perlu bersungguh-sungguh
dalam mewujudkan pendidikan gratis yang telah dicanangkan.
3. Sekolah gratis bukan berarti harus sekedar saja, tapi mampu
memberikan pendidikan yang benar-benar berkualitas dan ilmiah untuk rakyat
Indonesia khususnya rakyat NTB.
4. Sekolah dan lembaga pendidikan harus
mampu mendidik agar siswa/mahasiswa tidak lagi memiliki pikiran bahwa
pendidikan hanya untuk mendapatkan selembar kertas IJAZAH.
5. Sudah jelas kualitas pengajar tidak
boleh lepas dari persoalan ini.
6. Pendidikan karakter yang sudah
diterapkan oleh pemerintah bisa terlaksana dengan maksimal dan efektif.
By: FathMa AinWara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar