Pendekatan Cara Belajar
Stswa Aktif (CBSA)
Pendekatan ini
sebenamya telah ada sejak dulu, ialah bahwa di dalam kelas mesti terdapat
kegiatan belajar yang mengaktifkan siswa (melibatkan siswa secara aktif). Hanya
saja kadar (tingkat) keterlibatan siswa itulah yang berbeda. Kalau dahulu guru
lebih banyak menjejalkan fakta, informasi atau konsep kepada siswa, akan tetapi
saat ini dikembangkan suatu keterampilan untuk memproses perolehan siswa.
Kegiatan belajar-mengajar tidak lagi berpusat pada siswa (student centered).
Siswa pada hakekatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas, maka kewajiban gurulah untuk merangsang agar mereka mampu menampilkan potensi itu, betapapun sederhananya. Para guru dapat menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada iswa sesuai dengan taraf perkembangannya, sehingga mereka memperoleh konsep. Dengan mengembangkan keterampilan keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendin fakta dan kosep serta mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Proses belajar-mengajar seperti inilah yang dapat menciptakan siswa belajar aktif.
Siswa pada hakekatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas, maka kewajiban gurulah untuk merangsang agar mereka mampu menampilkan potensi itu, betapapun sederhananya. Para guru dapat menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada iswa sesuai dengan taraf perkembangannya, sehingga mereka memperoleh konsep. Dengan mengembangkan keterampilan keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendin fakta dan kosep serta mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Proses belajar-mengajar seperti inilah yang dapat menciptakan siswa belajar aktif.
Hakekat dad CBSA adalah proses keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya:
o
Proses
asimilasi/pengalaman kognitif, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya
pengetahuan
o
Proses
perbuatan/pengalaman langsung, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya
keterampilan
o
Proses penghayatan dan
internalisasi nilai, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya nilai dan sikap
Walaupun demikian,
hakekat CBSA tidak saja terletak pada tingkat keterlibatan
intelektual-emosional, tetapi terutama juga terletak pada diri siswa yang
memiliki potensi, tendensi atau kemungkinan kemungkinan yang menyebabkan siswa
itu selalu aktif dan dinamis. Oleh sebab itu guru diharapkan mempunyai
kemampuan profesional sehingga ia dapat menganalisis situasi instruksional
kemudian mampu merencanakan sistem pengajaran yang efektif dan efisien.
Dalam menerapkan konsep CBSA, hakekat CBSA perlu dijabarkani menjadi bagian-bagian kecil yang dapat kita sebut sebagai prinsip-pninsip CBSA sebagai suatu tingkah laku konkret yang dapat diamati. Dengan demikian dapat kita lihat tingkah laku siswa yang muncul dalam suatu kegiatan belajar mengajar karena memang sengaja dirancang untuk itu.
Prinsip-prinsip CBSA:
Dan uraian di atas kita ketahui bahwa prinsip CBSA adalah tingkah laku belajar yang mendasarkan pada kegiatan-kegiatan yang nampak, yang menggambarkan tingkat keterlibatan siswa dalam proses belajar-mengajar baik intelektual-emosional maupun fisik, Prinsip-Prinsip CBSA yang nampak pada 4 dimensi sebagai berikut:
a. Dimensi subjek didik :
- Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat
serta dorongan-dorongan yang ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar.
Keberanian tersebut terwujud karena memang direnca nakan oleh guru,
misalnya dengan format mengajar melalui diskusi kelompok, dimana siswa
tanpa ragu-ragu mengeluarkani pendapat.
- Keberanian untuk mencari kesempatan untuk
berpartisipasi dalam persiapan maupun tindak lanjut dan suatu proses
belajar-mengajar maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar mengajar.
Hal mi terwujud bila guru bersikap demokratis.
- Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan
belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu yang memang
dirancang olch guru.
- Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan
belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu, yang memang
dirancang oleh guru.
- Peranan bebas dalam mengerjakan sesuatu tanpa
merasa ada tekanan dan siapapun termasuk guru.
b. Dimensi Guru
- Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam
meningkatka kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses
belajar-mengajar.
- Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya
sebagai inovator dan motivator.
- Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses
belajar-mengajar.
- Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar
sesuai dengan cara, mama serta tingkat kemampuan masing-masing.
- Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis
strategi belajar-mengajar serta penggunaan multi media. Kemampuan mi akan
menimbulkan lingkuñgan belajar yang merangsang siswa untuk mencapai
tujuan.
c. Dimensi Program
- Tujuan instruksional, konsep serta materi
pelajaran yang memenuhi kebutuhan, minat serta kemampuan siswa; merupakan
suatu hal yang sangat penting diperhatikan guru.
- Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan
konsep mau pun aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar.
- Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan
dengan situasi dan kondisi.
d. Dimensi situasi
belajar-mengajar
- Situasi belajar yang menjelmakan komunikasi yang
baik, hangat, bersahabat, antara guru-siswa maupun antara siswa sendiri
dalam proses belajar-mengajar.
- Adanya suasana gembira dan bergairah pada siswa
dalam proses belajar-mengajar.
Rambu-rambu CBSA :
Yang dimaksud dengan rambu-rambu CBSA adalah perwujudan prinsip-prinsip CBSA yang dapat diukur dan rentangan yang paling rendah sampai pada rentangan yang paling tinggi, yang berguna untuk menentukan tingkat CBSA dan suatu proses belajar-mengajar. Rambu-rambu tersebut dapat dilihat dari beberapa dimensi. Rambu-rambu tersebut dapat digunakan sebagai ukuran untuk menentukan apakah suatu proses belajar-mengajar memiliki kadar CBSA yang tinggi atau rendah. Jadi bukan menentukan ada atau tidak adanya kadar CBSA dalam proses belajar-mengajar. Bagaimanapun lemahnya seorang guru, namun kadar CBSA itu pasti ada, walaupun rendah.
a.
Berdasarkan pengelompokan
siswa :
Strategi belajar-mengajar yang dipilih oleh guru hams disesuaikan dengan tujuan pengajaran serta materi tertentu. Ada materi yang sesuai untuk proses belajar secara individual, akan tetapi ada pula yang lebih tepat untuk proses belajar secara kelompok. Ditinjau dari segi waktu, keterampilan, alat atau media serta perhatian guru, pengajaran yang berorientasi pada kelompok kadang-kadang lebih efektif.
Strategi belajar-mengajar yang dipilih oleh guru hams disesuaikan dengan tujuan pengajaran serta materi tertentu. Ada materi yang sesuai untuk proses belajar secara individual, akan tetapi ada pula yang lebih tepat untuk proses belajar secara kelompok. Ditinjau dari segi waktu, keterampilan, alat atau media serta perhatian guru, pengajaran yang berorientasi pada kelompok kadang-kadang lebih efektif.
b.
Berdasarkan kecepatan
nzasing-rnasing siswa :
Pada saat-saat tertentu siswa dapat diberi kebebasan untuk memilih materi pelajaran dengan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing. Strategi ini memungkinkan siswa untuk belajar lebih cepat bagi mereka yang mampu, sedangkan bagi mereka yang kurang, akan belajar sesuai dengan batas kemampuannya. Contoh untuk strategi belajar-mengajar berdasarkan kecepatan siswa adalah pengajaran modul.
Pada saat-saat tertentu siswa dapat diberi kebebasan untuk memilih materi pelajaran dengan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing. Strategi ini memungkinkan siswa untuk belajar lebih cepat bagi mereka yang mampu, sedangkan bagi mereka yang kurang, akan belajar sesuai dengan batas kemampuannya. Contoh untuk strategi belajar-mengajar berdasarkan kecepatan siswa adalah pengajaran modul.
c.
Pengelompokan berdasarkan
kemampuan :
Pengelompokan yang homogin han didasarkan pada kemampuan siswa. Bila pada pelaksanaan pengajaran untuk pencapaian tujuan tertentu, siswa harus dijadikan satukelompok maka hal mi mudah dilaksanakan. Siswa akan mengembangkan potensinya secara optimal bila berada disekeliling teman yang hampir sama tingkat perkembangan intelektualnya.
Pengelompokan yang homogin han didasarkan pada kemampuan siswa. Bila pada pelaksanaan pengajaran untuk pencapaian tujuan tertentu, siswa harus dijadikan satukelompok maka hal mi mudah dilaksanakan. Siswa akan mengembangkan potensinya secara optimal bila berada disekeliling teman yang hampir sama tingkat perkembangan intelektualnya.
d.
Pengelompokkan berdasarkan
persamaan minat :
Pada suatu guru perlu memberi kesempatan kepada siswa untuk berkelompok berdasarkan kesamaan minat. Pengelompokan ini biasanya terbentuk atas kesamaan minat dan berorientasi pada suatu tugas atau permasalahan yang akan dikerjakan.
Pada suatu guru perlu memberi kesempatan kepada siswa untuk berkelompok berdasarkan kesamaan minat. Pengelompokan ini biasanya terbentuk atas kesamaan minat dan berorientasi pada suatu tugas atau permasalahan yang akan dikerjakan.
e.
Berdasarkan domein-domein
tujuan :
Strategi belajar-mengajar berdasarkan domein/kawasan/ranah tujuan, dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Strategi belajar-mengajar berdasarkan domein/kawasan/ranah tujuan, dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Menurut Benjamin S. Bloom
CS, ada tiga domein ialah: 1) Domein kognitif, yang menitik beratkan aspek
cipta. 2) Domein afektif, aspek sikap. 3) Dornein psikomotor, untuk aspek
gerak.
Gagne mengklasifikasi lima
macam kemampuan ialah: 1) Keterampilan intelektual. 2) Strategi kognitif. 3)
Informasi verbal. 4) Keterampilan motorik. 5) Sikap dan nilai.
Di samping
pengelompokan (klasifikasi) tersebut di atas, masih ada pengelompokkan yang
lebih komprehensif dalam arti meninjau beberapa faktor sekaligus seperti,
wawasan tentang manusia dan dunianya, tujuan serta lingkungan belajar. Pendapat
ini dikemukakan oleh Bruce Joyce dan Marsha Well dengan mengemukakan rumpun
model-model mengajar sebagai berikut :
a.
Rumpun model interaksi
sosial
b.
Rumpun model pengelola
informasi Rumpun model personal-humanistik
c.
Rumpun model modifikasi
tingkah laku.
T. Raka Joni
mengemukakan suatu kerangka acuan yang dapat digunakan untuk memahami strategi
belajar-mengajar, sebagai berikut:
1.
Pengaturan guru-siswa :
o
Dari segi pengaturan guru
dapat dibedakan antara : Pengajaran yang diberikan oleh seorang guru atau oleh
tim
o
Hubungan guru-siswa, dapat
dibedakan : Hubungan guru-siswa melalui tatap muka secara langsung ataukah
melalui media cetak maupun media audio visual.
o
Dari segi siswa, dibedakan
antara : Pengajaran klasikal (kelompok besar) dan kelompok kecil
(antara 5 – 7 orang) atau pengajaran Individual (perorangan).
(antara 5 – 7 orang) atau pengajaran Individual (perorangan).
2.
Struktur peristiwa
belajar-mengajar :
Struktur peristiwa belajar, dapat bersifat tertutup dalam arti segala sesuatunya telah ditentukan secara ketat, misalnya guru tidak boleh menyimpang dari persiapan mengajar yang telah direncanakan. Akan tetapi dapat terjadi sebaliknya, bahwa tujuan khusus pengajaran, materi serta prosedur yang ditempuh ditentukan selama pelajaran berlangsung. Struktur yang disebut terakhir ini memberi kesempatan kepada siswa untuk ikut berperan dalam menentukan apa yang akan dipelajari dan bagaimana langkah langkah yang akan ditempuh.
Struktur peristiwa belajar, dapat bersifat tertutup dalam arti segala sesuatunya telah ditentukan secara ketat, misalnya guru tidak boleh menyimpang dari persiapan mengajar yang telah direncanakan. Akan tetapi dapat terjadi sebaliknya, bahwa tujuan khusus pengajaran, materi serta prosedur yang ditempuh ditentukan selama pelajaran berlangsung. Struktur yang disebut terakhir ini memberi kesempatan kepada siswa untuk ikut berperan dalam menentukan apa yang akan dipelajari dan bagaimana langkah langkah yang akan ditempuh.
3.
Peranan guru-siswa dalam
mengolah pesan :
Tiap peristiwa belajar-mengajar bertujuan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, ingin menyampaikan pesan, informasi, pengetahuan dan keterampilan tertentu kepada siswa. Pesan tersebut dapat diolah sendiri secara tuntas oleh guru sebelum disampaikan kepada siswa, namun dapat juga siswa sendid yang diharapkan kepada siswa, namun dapat juga siswa sendid yang diharapkan mengolah dengan bantuan sedikit atau banyak dan guru. Pengajaran yang disampaikan dalam keadaan siap untuk ditedma siswa, disebut strategi ekspositorik, sedangkan yang masih harus diolah oleh siswa dinamakan heudstik atau hipotetik. Dan strategi heuristik dapat dibedakan menjadi dua jenis ialah penemuan (discovery) dan penyelidikan (inquiry), yang keduanya telah diterangkan pada awal bab ini.
Tiap peristiwa belajar-mengajar bertujuan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, ingin menyampaikan pesan, informasi, pengetahuan dan keterampilan tertentu kepada siswa. Pesan tersebut dapat diolah sendiri secara tuntas oleh guru sebelum disampaikan kepada siswa, namun dapat juga siswa sendid yang diharapkan kepada siswa, namun dapat juga siswa sendid yang diharapkan mengolah dengan bantuan sedikit atau banyak dan guru. Pengajaran yang disampaikan dalam keadaan siap untuk ditedma siswa, disebut strategi ekspositorik, sedangkan yang masih harus diolah oleh siswa dinamakan heudstik atau hipotetik. Dan strategi heuristik dapat dibedakan menjadi dua jenis ialah penemuan (discovery) dan penyelidikan (inquiry), yang keduanya telah diterangkan pada awal bab ini.
4.
Proses pengolahan pesan :
Dalam peristiwa belajar-mengajar, dapat terjadi bahwa proses pengolahan pesan bertolak dari contoh-contoh konkret atau peristiwa-peristiwa khusus kemudian diambil suatu kesimpulan (generalisasi atau pnnsip-pnnsip yang bersifat umum). Strategi belajar-mengajar yang dimulai dari hal-hal yang khusus menuju ke umum tersebut, dinamakan strategi yang bersifat induktif.
Dalam peristiwa belajar-mengajar, dapat terjadi bahwa proses pengolahan pesan bertolak dari contoh-contoh konkret atau peristiwa-peristiwa khusus kemudian diambil suatu kesimpulan (generalisasi atau pnnsip-pnnsip yang bersifat umum). Strategi belajar-mengajar yang dimulai dari hal-hal yang khusus menuju ke umum tersebut, dinamakan strategi yang bersifat induktif.