Home » » Esai | Tantangan Pendidikan Masa Kini

Esai | Tantangan Pendidikan Masa Kini

afivi amin |
Berbicara masalah pendidikan, ia tidak pernah lekang oleh waktu. tidak terbatas dan terus berkembang. Selama tetap ada usaha untuk meraihnya. Hidup adalah pendidikan, dan pendidikan adalah hidup (life is education, and education is life). Maksudnya bahwa pendidikan adalah segala pengalaman hidup (belajar) dalam berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi pertumbuhan atau perkembangan individu. Sedangkan, pendidikan dalam prakteknya identik dengan persekolahan (schooling), yaitu pengajaran formal di bawah kondisi-kondisi yang terkontrol. Pendidikan identik dengan belajar. Belajar itu dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja hakikatnya tidak keliru. Namun, ternyata dalam pandangan masyarakat pada umumnya pendidikan itu adalah yang berhubungan dengan dunia formal dalam sekolah dan perguruan tinggi. Perbincangan ini terasa sempit jika hanya berbicara masalah pendidikan formal.
Padahal pondasinya ada dalam keluarga. Pendidikan keluarga akan ditemukan sebuah karakter yang sangat kuat pada diri seorang anak. Pendidikan dalam keluarga dapat memberikan pengaruh besar kepada karakter seorang anak. Sebab itu kunci utama untuk menjadikan manusia tidak manja dan hidup energik terletak dalam pendidikan keluarga. Kalau kita membaca pernyataan berbagai pemimpin besar dunia, maka banyak di antara mereka memberikan nilai penting kepada pendidikan dalam keluarga. Antara lain Bung Karno selalu mengagumkan pengaruh seorang Ibu. Juga Ki Hadjar Dewantara mengemukakan pentingnya pendidikan dalam keluarga. Karena dalam karakter yang ditimbuhkan adalah faktor yang amat penting dalam kepribadian orang. Karena akan banyak mempengaruhi prestasi dalam berbagai bidang seperti memimpin masyarakat. Ilmu pengetahuan dan kemampun teknik adalah penting bagi pencapaian keberhasilan, tetapi tidak akan mencapai hasil maksimal kalau tidak disertai sebuah karakter.
 Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota keluarganya dan itu merupakan masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupannya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau mudah berubah sesudahnya.
Syaikh Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orangtua dalam pendidikan mengatakan; Ketahuilah, bahwa anak kecil merupakan amanat  bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condong kepada apa aja yang disodorkan kepadanya. Kualitas SDM yang akan terbentuk dari seorang anak didik, sangat tergantung seberapa besar pendidikan orang tua ketika di rumah. Apabila dalam keluarganya, keluarga memberikan pendidikan yang baik, maka hal tersebut akan terbawa ke dalam kepribadian anak tersebut sampai ke sekolah maupun dalam masyarakat. Sehingga peran keluarga sangat vital dalam membentuk generasi yang berkualitas. Komponen sekolah maupun institusi yang ada hanya sebagai penguat dalam mengarahkan pendidikan yang lebih struktural. Namun hal ini rasanya telah dilupakan banyak oleh kita.
Mamik Lalu Azhar, Sang Perintis Pendidikan Tinggi NTB. Nama dan gelar ini akrab terdengar di telinga para mahasiswa terutama mahasiswa Universitas Mataram, seharusnya. Karena beliau adalah penggagas perguruan tinggi terus dengan panjang dan jalannya tidak mulus. Tidak lama setelah lima tahun perguruan tinggi tersebut berdiri, 1967, Mamik diangkat sebagai kepala Badan Pemerintah Harian bidang Kesra. Meski disibukkan dengan urusan pemerintahan namun Mamik tetap tidak lupa mengurus perguruan tinggi miliknya. Ia pun bertandang ke beberapa perguruan tinggi lain seperti UGM, UI dan Universitas Padjajaran untuk menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi yang dirintisnya tersebut. Hingga akhirnya perguruan tinggi miliknya makin bertambah besar dan berkembang dan statusnya pun berubah menjadi Perguruan Tinggi Negeri, Universitas Mataram (Unram). Selain Unram, empat perguruan tinggi lain yang dibangun oleh Mamik adalah Ikip Mataram, Universitas 45, Universitas NTB dan Stikes Yarsi Mataram.
Usaha dan kegigihan yang telah ditanamkan ini mari sama-sama kita tingkatkan. Yang sudah ada ini sampai saat ini senatiasa terus dipertahankan kualitasnya. Usaha tersebut tidak pernah mati, baik dari  pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Apakah usaha ini gagal atau orang-orang yang diperjuangkan tidak mengindahkan usaha tersebut? Hal ini terlalu kabur dan saling menyalahkan satu sama lain, yang pada intinya tidak lepas dari sistem yang diterpakan pada kita saat ini yang tidak membangkitkan kobaran semangat pada diri setiap pelakunya. Mari kita sama-sama lihat fakta remaja sekarang dan lihat di lingkungan kita masing-masing bagaimana kondisi remajanya, apakah baik-baik saja atau sebaliknya? Tentu pembaca yang lebih memahami itu semua.
Rasanya harapan ini berujung pada kondisi yang membuat miris hati. Berbagai tindakan remaja yang menyimpang telah melampaui batas dan sudah menjurus pada tindakan kejahatan atau kriminalitas. Maraknya tawuran yang banyak menimbulkna banyak korban, maraknya pornografi dan pornoaksi, merebaknya seks bebas, pelacuran di bawah umur dan aborsi sebagai dampak ikutannya serta kasus narkoba yang meningkat pesat dikalangan remaja. Inikah wajah para generasi pemegang tongkat estafet perubahan? Jika kita perhatikan kondisi remaja saat ini tidak lepas dari pengaruh pendidikan baik pendidikan formal, informal, dan non formal yang bisa membentuk mereka menjadi problem solver dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya. Ibaratnya sebuah bangunan yang tanpa dasar yang kuat akan mudah runtuh begitu pula hanya dalam membangun output pendidikan yang berkualaitas.
Kondisi ini merupakan buah yang harus dipetik dari sistem pendidikan di negeri ini. Sistem pendidikan sekuler kapitalis telah mengabaikan aspek keperibadian dan karakter siswa. Sekolah sebagai institusi pendidikan alih-alih mencetak remaja yang berkualitas yang memiliki keperibadian yang kuat, namun justru menhasilkan remaja yang menciptakan banyak masalah. Kondisi ini dapat tergambar dari kasus dari laporan kecurangan UN 2012 yang diterma oelh posko pengaduan UN. Dari 1.500 laporan, 775 merupakan laporan kebocoran ataupun kecurangan saat ujian. Siswa yang sadar bahwa mencotek merupakan pelanggaran dan mendapat sanksi tegas dari Tuhanya maka sikapnya tetap tidak bisa digoyahkan, tidak takut maslah nilai di dunia yang diharpakan adalah ridha Allah. Sangat jarang kita temukan keperibadian seperti ini, kabanyakan dari kita mengentengkan masalah ini, padahal ini sangat menyakitkan tubuh negeri ini, apalagi di NTB yang di dalamnya Gubernur yang paham pendidikan sudah menyandang stempel da’i di pundaknya. Nama yang akan sangat hina jika tidak segera dituntaskan.
Faktor lain juga penyebab rendahnya mutu pendidikan Indonesia terutama NTB adalah kapitalisasi pendidikan. Bahkan ada selogan yang mengatakan “Orang Miskin dilarang Sekolah”. Selogan ini tidaklah main-main. Meskipun sudah diterapkan wajib belajar 9 tahun, ternyata masih banyak masyarakat yang mengabaikannya. Pikirnya, ujung-ujugnya sekolah hanya untuk mencari selembar Ijazah yang tujuannya untuk kemudahan mencari pekerjaan. Hanya sampai SMP apa jadinya? Jika ingin menjadi yang terpandang di mata dunia pendidikan maka harus sampai sarjana minimal. Sama saja, tetap mencekik rakyat yang tidak mampu, beasiswa yang digelontorkanpun tidak bisa disamaratakan, dipilih sesuai kualitas kemampuan, dan itu pun benar-benar terbatas. Masih menuai maslah baru. Teringat pidato Ustadz Budi Azhari, Lc. “Kita harus keluar dari zaman ini”. Maksudnya bukan kita tidak melihat zaman ini, akan tetapi hari ini kita dipimpin oleh generasi yang tidak baik. Dengan melihat masa lalu islam dan meihat yang ke depan, hari ini biarkan menjadi sesuatu yang kita alami dan menjadi PR besar kita semua.  Sangat riskan memang berbicara mengenai pendidikan terlalu banyak orang yang kita katakana berpendidikan menyalahgunakan peran pendidikan yang sebenarnya. Dunia pendidikan dijadikan ajang bisnis.
Selama ini keresahan-keresahan masalah di dunia pendidikan muaranya langsung ke Dinas Pendidikan sebagai solusinya, padahal permasalahan pendidikan adalah masalah umat atau masalah semua komponen masyarakat, bukan hanya masalah guru atau dosen.
   Penulis memang masih begitu awam tentang kondisi pendidikan kita khususnya yang ada di NTB, karena itulah penulis hanya mencoba mengungkap pendapat penulis secara kulit luarnya saja. Selebihnya penulis serahkab kepada pembaca. sedikit gambaran penyelesaian yang mungkin bisa diusahakan:
1.    Hilangkan sistem kapitalisasi pendidikan dan kapitalisasi di bidang lainnya. Karena kemunculan beragam masalah di dunia pendidikan pada khususnya adalah penerapan system kapitalisme yang segala sesutaunya diukur dari kapital.
2.     Pemerintah perlu bersungguh-sungguh dalam mewujudkan pendidikan gratis yang telah dicanangkan.
3.    Sekolah gratis bukan berarti harus sekedar saja, tapi mampu memberikan pendidikan yang benar-benar berkualitas dan ilmiah untuk rakyat Indonesia khususnya rakyat NTB.
4.   Sekolah dan lembaga pendidikan harus mampu mendidik agar siswa/mahasiswa tidak lagi memiliki pikiran bahwa pendidikan hanya untuk mendapatkan selembar kertas IJAZAH.
5.      Sudah jelas kualitas pengajar tidak boleh lepas dari persoalan ini.
6.    Pendidikan karakter yang sudah diterapkan oleh pemerintah bisa terlaksana dengan maksimal dan efektif.
 By: FathMa AinWara

Tidak ada komentar: